blog

Dana Non Halal

Dalam konteks wakaf, pemanfaatan dana non halal untuk membangun infrastruktur merupakan suatu bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, mungkin masih ada beberapa orang yang merasa ragu dan kurang yakin tentang kehalalan penggunaan dana non halal tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui dalil atau dasar hukum yang dapat menjelaskan kebolehan pemanfaatan dana non halal untuk infrastruktur.

Salah satu dasar hukum yang dapat dijadikan rujukan adalah Al-Quran Surat Al-Ma'idah Ayat 5, yang menyatakan bahwa Allah SWT memperbolehkan segala yang baik dan halal, dan melarang segala yang buruk dan haram. Artinya, jika dana non halal tersebut telah diwakafkan dan disucikan, maka dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang baik dan halal, seperti membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat.

Selain itu, dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa segala yang diraih dengan cara yang tidak halal adalah haram, tetapi jika seseorang mengalihkan harta tersebut ke dalam bentuk kegiatan yang bermanfaat dan halal, maka harta tersebut menjadi halal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dana non halal untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti membangun infrastruktur, dapat dianggap halal jika telah melalui proses yang benar dan disucikan.

Penggunaan dana non halal untuk membangun infrastruktur juga dapat dijustifikasi dengan prinsip maqasid syariah, yaitu prinsip kemaslahatan atau manfaat bagi masyarakat. Dalam Islam, prinsip kemaslahatan menjadi hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan dan keputusan yang diambil. Dengan membangun infrastruktur, masyarakat dapat memperoleh manfaat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kemudahan akses transportasi, kesehatan, dan pendidikan.

Sementara itu, terdapat juga pandangan yang berbeda mengenai penggunaan dana non halal untuk kegiatan wakaf. Ada sebagian ulama yang menyarankan untuk menghindari penggunaan dana non halal dan memilih sumber dana yang halal, sekalipun kegiatan wakaf yang dilakukan adalah untuk tujuan yang baik dan bermanfaat. 

Mayoritas ulama berpendapat, bahwa dana non halal yang hanya boleh disalurkan unntuk fasilitas umum (al-mashlahih al-ammah), seperti pembangunan jalan raya. Sebagian ulama, seperti Syeikh Yusuf Al-Qardhawi dan Prof.Dr. al-qurrah Dagi berpendapat, bahwa dana non halal Boleh disalurkan untuk seluruh kebutuhan sosial (aujuh Al-khair), baik fasilitas umum (al-mashalih al-ammah), atau pun selain fasilitas umum, seperti hajat konsumtif fakir, miskin, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat. Menurut penulis sumber perbedaan pendapat diatas adalah status dan kepemilikan dana yang disedekahkan tersebut. Bagi ulama yang membolehkan dana penyaluran non halal yang hanya untuk mashalih ‘ammah’ itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu haram bagi pemiliknya dan penerimanya. Jika dana itu haram bagi penerimanya maka penerimanya tidak mengunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, tetapi harus disalurkan untuk pembangunan publik yang dimiliki oleh masytrakat secara umum. 

Bagi ulama yang membolehkan penyalurannya untuk seluruh kebutuhan sosial, itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu haram bagi pemiliknya. Tetapi halal bagi penerimanya. Jika dana itu halal bagi penerimnya, maka penerimanya bisa menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, termasuk kebutuhan konsumtif dan program pemberdayaan masyarakat. Pendapat kedua ini memiliki landasan hukum baik dari nash dan maqashidnya, yaitu diataranya hadis Rasulullah SAW, sesuai dengan ucapan Rasulullah SAW, kepada sahabiyyah Barirrah ketika menyerahkan kepada Rasulullah SAW. Maka Aisyah ra berkata: sesungguhnya daging itu termasuk sedekah dan Rasulullah tidak mengambil sedekah. 

Kemudian Rasulullah SAW menjawab: sesungguhnya barang ini sedekah baginya, dan hadiah bagi kita. Hadis diatas memberikan dilalah (makna),bahwa dana non halal itu bisa disalurkan dan dikonsumsi untuk penerima sedekah seperti faqir, miskin, dan sebagainya.