• slider

Berita Terkini

team
Kisah Wakaf Rumah Sakit di Surabaya

Banyak masyarakat di seluruh dunia menjadikan ibadah wakaf menjadi gaya hidup atau lifestyle. Kisah-kisah orang terdahulu membuat kita sangat termotivasi untuk selalu berbuat kebaikan melalui wakaf. Kali ini ada salah satu kisah wakaf yang sangat menginpirasi dari Surabaya, Indonesia.

Terdapat banyak kisah wakaf yang jarang diketahui, salah satunya adalah kisah wakaf rumah sakit di Indonesia. Pada tahun 1955, seorang ulama bernama KH. Masyithoh Ahmad memutuskan untuk mewakafkan rumahnya di kota Surabaya sebagai rumah sakit umum. Rumah sakit tersebut diberi nama Rumah Sakit Islam Masyithoh Al Irsyad, dan hingga kini masih berdiri dan melayani masyarakat di Surabaya.

KH. Masyithoh Ahmad merupakan seorang ulama dan aktivis sosial yang peduli terhadap kesehatan masyarakat. Ia merasa prihatin dengan banyaknya masyarakat yang sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mewakafkan rumahnya sebagai rumah sakit umum untuk melayani masyarakat.

Proses pembangunan Rumah Sakit Islam Masyithoh Al Irsyad tidaklah mudah. KH. Masyithoh Ahmad harus mengumpulkan dana dari berbagai pihak untuk membangun fasilitas kesehatan yang lengkap dan modern. Ia juga mengajak para dokter dan perawat untuk bergabung dalam proyek ini dan berjanji akan memberikan gaji yang layak.

Setelah beberapa tahun, Rumah Sakit Islam Masyithoh Al Irsyad akhirnya dibuka untuk masyarakat pada tahun 1960. Rumah sakit tersebut tidak hanya melayani pasien muslim, tetapi juga pasien non-muslim. Hal ini sesuai dengan semangat toleransi dan inklusifitas Islam yang mengajarkan untuk merawat dan membantu sesama tanpa pandang bulu.

Kisah wakaf rumah sakit ini menunjukkan betapa pentingnya institusi filantropi dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. KH. Masyithoh Ahmad telah menunjukkan keteladanan dan kepedulian yang tinggi terhadap kesehatan masyarakat, dan wakaf rumah sakit yang ia lakukan masih terus memberikan manfaat bagi masyarakat hingga kini.

Keberhasilan KH. Masyithoh Ahmad mendirikan rumah sakit menjadi salah satu inspirasi Wakaf Salman untuk segera mewujudkan fasilitas kesehatan yang memudahkan dhuafa. Mohon doa dan dukungan terwujudnya Kompleks RS Salman Hospital di Soreang, Kab. Bandung.


03/03/2023
Kabar Wakaf - Literasi
team
Dana Non Halal

Dalam konteks wakaf, pemanfaatan dana non halal untuk membangun infrastruktur merupakan suatu bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, mungkin masih ada beberapa orang yang merasa ragu dan kurang yakin tentang kehalalan penggunaan dana non halal tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui dalil atau dasar hukum yang dapat menjelaskan kebolehan pemanfaatan dana non halal untuk infrastruktur.

Salah satu dasar hukum yang dapat dijadikan rujukan adalah Al-Quran Surat Al-Ma'idah Ayat 5, yang menyatakan bahwa Allah SWT memperbolehkan segala yang baik dan halal, dan melarang segala yang buruk dan haram. Artinya, jika dana non halal tersebut telah diwakafkan dan disucikan, maka dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang baik dan halal, seperti membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat.

Selain itu, dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa segala yang diraih dengan cara yang tidak halal adalah haram, tetapi jika seseorang mengalihkan harta tersebut ke dalam bentuk kegiatan yang bermanfaat dan halal, maka harta tersebut menjadi halal. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dana non halal untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti membangun infrastruktur, dapat dianggap halal jika telah melalui proses yang benar dan disucikan.

Penggunaan dana non halal untuk membangun infrastruktur juga dapat dijustifikasi dengan prinsip maqasid syariah, yaitu prinsip kemaslahatan atau manfaat bagi masyarakat. Dalam Islam, prinsip kemaslahatan menjadi hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan dan keputusan yang diambil. Dengan membangun infrastruktur, masyarakat dapat memperoleh manfaat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti kemudahan akses transportasi, kesehatan, dan pendidikan.

Sementara itu, terdapat juga pandangan yang berbeda mengenai penggunaan dana non halal untuk kegiatan wakaf. Ada sebagian ulama yang menyarankan untuk menghindari penggunaan dana non halal dan memilih sumber dana yang halal, sekalipun kegiatan wakaf yang dilakukan adalah untuk tujuan yang baik dan bermanfaat. 

Mayoritas ulama berpendapat, bahwa dana non halal yang hanya boleh disalurkan unntuk fasilitas umum (al-mashlahih al-ammah), seperti pembangunan jalan raya. Sebagian ulama, seperti Syeikh Yusuf Al-Qardhawi dan Prof.Dr. al-qurrah Dagi berpendapat, bahwa dana non halal Boleh disalurkan untuk seluruh kebutuhan sosial (aujuh Al-khair), baik fasilitas umum (al-mashalih al-ammah), atau pun selain fasilitas umum, seperti hajat konsumtif fakir, miskin, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat. Menurut penulis sumber perbedaan pendapat diatas adalah status dan kepemilikan dana yang disedekahkan tersebut. Bagi ulama yang membolehkan dana penyaluran non halal yang hanya untuk mashalih ‘ammah’ itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu haram bagi pemiliknya dan penerimanya. Jika dana itu haram bagi penerimanya maka penerimanya tidak mengunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, tetapi harus disalurkan untuk pembangunan publik yang dimiliki oleh masytrakat secara umum. 

Bagi ulama yang membolehkan penyalurannya untuk seluruh kebutuhan sosial, itu berdasarkan pandangan bahwa dana haram itu haram bagi pemiliknya. Tetapi halal bagi penerimanya. Jika dana itu halal bagi penerimnya, maka penerimanya bisa menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadinya, termasuk kebutuhan konsumtif dan program pemberdayaan masyarakat. Pendapat kedua ini memiliki landasan hukum baik dari nash dan maqashidnya, yaitu diataranya hadis Rasulullah SAW, sesuai dengan ucapan Rasulullah SAW, kepada sahabiyyah Barirrah ketika menyerahkan kepada Rasulullah SAW. Maka Aisyah ra berkata: sesungguhnya daging itu termasuk sedekah dan Rasulullah tidak mengambil sedekah. 

Kemudian Rasulullah SAW menjawab: sesungguhnya barang ini sedekah baginya, dan hadiah bagi kita. Hadis diatas memberikan dilalah (makna),bahwa dana non halal itu bisa disalurkan dan dikonsumsi untuk penerima sedekah seperti faqir, miskin, dan sebagainya.


28/02/2023
Kabar Wakaf - Literasi
team
Perbedaan Wakaf dengan Hibah

Wakaf artinya menahan, artinya sesuatu yang bermanfaat ditahan manfaatnya di jalan Allah. Dari pengertian itu kemudian dibuatlah rumusan pengertian wakaf menurut istilah, yaitu “perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” (Kompilasi Hukum Islam, Buku III, Bab I, Pasal 215).

Sedangkan hibah berasal dari kata melewatkan atau menyalurkan, maka hibah adalah memberikan sesuatu dari tangan orang yang memberii kepada tangan orang yang diberi. Jadi hibah adalah suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada syarat dari pihak pemberi. Juga, barang hibah dilangsungkan pada saat pemberi masih hidup.

Ada beberapa perbedaan antara Wakaf dan Hibah di antaranya:

1. Berdasarkan Akadnya

Dalam wakaf, akad atau ikrar pemberian harta wakaf diterima oleh lebih dari dua orang atau kelompok yang ditentukan sebelum ikrar wakaf. Sedangkan hibah menyerahkan kepemilikan barang kepada pihak lain.

2. Hak Milik

Hak milik dalam wakaf dan hibah juga berbeda. Dalam wakaf, hak milik dikembalikan kepada Allah karena wakaf merupakan kepentingan untuk banyak orang. Adapun hibah , hak milik diberikan kepada penerima atau menjadi hak milik seseorang.

3. Manfaat Barang

Barang wakaf dimanfaatkan dan dinikmati oleh banyak orang untuk kepentingan Allah. Sedangkan barang hibah dinikmati penerima hibah saja,

4. Sifat Objek Barang

Sifat objek barang dari wakaf dan hibah juga berbeda. Sifa objek barang wakaf biasanya kekal atau tahan lama karena akan dimanfaatkan terus-menerus untuk kepentingan umat. Sedangkan barang hibah tidak harus kekal zatnya.

5. Pengelolaannya

Wakaf dan hibah tentu berbeda pengelolaannya. Biasanya wakaf dikelola atau diserahkan kepada nazhir atau pengelola. Sedangkan hibah sepenuhnya diserahkan pengelolaannya kepada penerima hibah.


22/02/2023
Kabar Wakaf - Literasi

team

Rumah Sakit

team

Masjid

team

Air Untuk Semua

team

Pendidikan

team

Ekonomi Produktif

team

Kemaslahatan Umat

Mitra Kami